Sadar. Lo nggak hebat. Jangan sok.
_____
Disclaimer: Tulisan ini dibuat tidak dengan tujuan untuk menyindir siapapun.
Baca hingga selesai untuk mendapatkan isi tulisan yang utuh.
Akhir-akhir ini gue ‘nongkrong’
sama temen-temen yang dulu waktu masih sibuk kuliah, gue sebut “cool kids”. Sumpah ya. Mindblowing banget. Kita banyak
ngomongin fenomena bisnis terkini. Mereka pun nanggepin dengan ngasih insight-insight baru buat gue. Cukup
menarik gimana dulu waktu kuliah gue selalu sebel kalo dapet anggota kelompok
salah satu dari mereka.
Oke. Kali ini gue nggak ngomong
soal how good enough I am karena
sudah bisa ‘nongkrong’ bareng cool kids.
Tapi, buat ngingetin bahwa seringkali yang kita lihat dengan mata telanjang
adalah sesuatu yang nggak bener-bener terjadi, bahwa kita harus selalu belajar dari
siapapun dan sebarkan kepada siapapun, bahwa kita tuh nggak sehebat yang kita
kira. Sebagai manusia yang banyak kurangnya, mari belajar.
Now jump to the story. Sebut saja ia prinses. Untuk golongan orang nerdy kayak gue ini sama sekali nggak
masuk ke topik pembicaraan prinses yang saat itu ‘keliatannya’ suka main, sombong,
pokoknya susah digapai lah. Nah gue berada di lingkungan yang betul-betul beda
sama nih anak. Kemudian gue secara sengaja—nggak sengaja ikutan memperbincangkan
si prinses dan segala hal tentangnya. Kadang gue ikutan nanggepin kalo hal itu
ada sangkut pautnya dengan gue, kadang gue dengerin aja. Akhir-akhir ini gue betul-betul
sadar kalo situasi “ngomongin” kayak gitu toxic
banget. Walaupun udah lama sadar, daridulu gue nggak pernah mengambil
tindakan buat mengurangi nor menghindari
itu.
Entah bagaimana, setelah lama
nggak sekelas, gue dan segerombolan prinses bisa duduk bareng. Ngerjain
sesuatu. Bareng.
Bayangin.
Bareng.
Ternyata mereka baik banget.
Peduli sesama. Bahkan sampai nanyain kabar temen-temen lama kita satu-persatu.
Lalu ikutan nostalgia jaman masih sibuk kuliah. Nggak cuma itu. Mereka juga
cerdas menyikapi hal-hal yang lagi happening
di luar sana. Ada banyak hal yang mereka ketahui, daripada gue—orang yang
mereka anggap paling ngerti soal topik itu.
Pertemuan itu ngubah perspektif
banget. Bisa-bisanya dulu gue ngomongin mereka tanpa tahu faktanya gimana. Sampai
pernah suatu hari temen gue bilang “Eh si ini cuma kerja seminggu abis itu
cabut”. Setelah gue tahu, dia nggak cabut. Tapi punya hal lain yang harus dia
urus. Urusan itu terjadi tiap minggu dan dia kerja selama berbulan-bulan. Jadi dia
harus bolak-balik ngurusin urusan dia sambil kerja. Like seriously, gue nggak bakal tahu kalo gue nggak nyari tau or
dia cerita soal itu.
Gue pernah dengar dari seseorang
bahwa gue termasuk “not a type of person
I can hangout with”. Mungkin sama kayak mereka ngelihat gue, or gue
ngelihat mereka. Tapi, buat nyari ilmu sih, why
not? Banyak hal yang bisa dipetik dari seseorang. Siapapun. Even from the cool kids you think they don’t
know anything.
Kejadian itu adalah contoh nyata dan
menjadi bukti bahwa “gue itu bodoh”. Namun, seseorang pernah bilang bahwa jangan
menyebut diri kita bodoh. Artinya gue nggak bisa menghargai diri sendiri. Nah. Untuk sekarang, bukan berarti gue nggak mengapresiasi diri. Ada waktunya untuk itu. Merasa sadar bahwa kita itu bodoh juga perlu. Supaya nggak merasa hebat. Supaya
merasa kurang terhadap ilmu. Supaya mau belajar terus-menerus. Supaya nggak
meremehkan orang lain.
Ada sebuah kutipan yang gue suka,
tapi maaf entah dari siapa:
“Kosongkan dulu gelasmu ketika bertemu orang baru”.
Artinya, jangan sok. Dengerin.
Belajar.