Beberapa waktu belakangan ini saya sering banget dapet tugas
kelompok, entah itu untuk diskusi, bikin paper, maupun presentasi. Sesuatu yang
saya highlight disini adalah objektif dari tugas akelompok itu
sendiri yang seharusnya membuat saya bisa mudah bekerja sama dengan orang lain,
justru membuat saya lebih individualis. Bukan berarti saya sama sekali nggak
bisa kerja bareng orang lain atau ansos ya, tapi entah mengapa hal ini justru
membuat saya sering banget geregetan dengan tingkah temen-temen saya yang
aneh-aneh.
Sebagai mahasiswa, segudang aktivitas di luar maupun di dalam
kampus udah bukan sebuah kejutan lagi. Sebagian besar mahasiswa pun begitu
adanya. Entah mengapa ada beberapa orang yang merasa dirinya sangat sibuk
sehingga luput dari pekerjaan yang seharusnya mereka kerjakan. Misalnya, ketika
saya menjadi inisiator dalam sebuah project kelompok (yang
berujung selalu), beberapa dari orang-orang ini susah banget dimintai tolong.
Padahal kan emang tugas mereka sebagai bagian dari kelompok itu untuk ikut
mengerjakan sesuatu yang harusnya dikerjakan. Toh, saya bukannya melimpahkan
semua tanggung jawab ke mereka kan? Lucunya, alasan sebagian besar dari mereka
adalah "Aduh, nggak bisa nih. Aku banyak kerjaan." Disitu saya cuma
bisa terdiam, nyengir dalam hati, trus nggak ngerti mau ngomong apa.
Setelah banyak kejadian aneh-aneh semacam itu, saya sering
brainstorming dengan orang-orang yang nasibnya sama kaya saya (exchanger) tentang
arti sebenarnya dari istilah "sibuk" itu sendiri. Kesimpulan yang saya
dapet, istilah "sibuk" itu bias. Mulai dari keadaan yang dimiliki
seseorang ketika dirinya tidak bisa diganggu, cuma alasan aja supaya
orang-orang nggak bisa ganggu dia, sampai untuk orang-orang yang tidak bisa
atau sulit mengurutkan prioritas mereka. Sederhananya adalah,
"There is no busy people. It's all about priority. If you
labelled your self with the word 'busy', it means that you have not known how
to act efficient and effectively."
Sibuk adalah ketika kita merasa kita tidak punya waktu untuk
melakukan suatu hal. Parahnya, ada yang sampai menghindari tugas-tugas yang
sebenarnya harus dikerjakan, hanya karena dia men-cap dirinya sibuk. No, guys!
Kalian harus mulai membedakannya sekarang. Jika kalian sampai merasa seperti
itu, keadaannya kritis. Berarti kalian sama sekali nggak tau caranya
memanfaatkan waktu dengan baik, nggak tau gimana caranya produktif, bukan sibuk.
Nah, kalau sibuk ini dibawa ke dalam sebuah hubungan, umumnya agak
repot untuk pelaku-pelaku yang kadar kedewasaannya masih di perbatasan. Misal,
A dan B punya hubungan khusus. A ngambek ketika B ini nggak bales chatnya
lantaran si A nganggep si B ini sibuk. Nah, si A ini bukan tipe yang open
minded dan pengertian. Jadi si A merasa dirinya berhak ngambek karena
hal itu. Nah, si B ini sebenarnya produktif. Dia sedang sibuk ikut kegiatan
bermanfaat seperti lomba kancah nasional dan program-program lain yang bisa
meng-upgrade dirinya. Si A tau itu, tetapi salah men-cap si B
sebagai seorang yang sibuk. Alhasil, si B dapet prestasi dan si A cuma bisa
ngambek terus. Parahnya lagi, sebenarnya hubungan mereka sulit didefinisikan.
Keluarga, bukan. Pacar, apalagi. Ya, cuma temen aja yang nggak jelas
hubungannya kemana.
Nah, jadi sebisa mungkin mulai dari sekarang, alih-alih menjadi
orang yang sibuk, saya mencoba jadi orang yang produktif. Menjadi sibuk lebih
capek dibandingkan dengan menjadi orang yang produktif. Karena ketika once kita
merasa sibuk, bawaan kita tertekan mulu, stress, ngerasa kerjaan nggak
selesai-selesai. But, beda kalau kita pretend
diri kita as productive person, kita malah ingin melakukan hal yang
lebih, karena kita justru ngerasain manfaatnya.