Did I really reach what I wanted before this
year is over?
Did I brave enough to do something big? To
decide what kind of life I would be in forever?
Sesekali
gue berpikir apakah kita perlu benar-benar menyambut tahun sebagai hal yang
baru, lalu bersikap seolah kita memiliki hidup yang baru, dan membiarkan yang
terjadi selama setahun sebelumnya sebagai sesuatu yang berlalu. Mulai
bermunculan kilas balik kehidupan orang-orang di sosial media yang
sedikit-banyak membuat gue jadi ikut mikir,”Gue udah ngapain aja selama
setahun?” Sudahkah gue jadi anak yang berguna buat setidaknya orang tua gue?
Kalau di tahun sebelumnya gue ikut-ikutan format kilas balik setahun dari blog temen gue. Kali ini gue cuma mau memberi ruang pada diri buat bersyukur tentang apapun—mau itu kegagalan, kesuksesan, langkah kecil yang bahkan cuma 1 cm aja, penyesalan, rasa kecewa, dan perasaan kemanusiaan lain yang bisa dirasakan oleh manusia. Gue ingin melakukan tradisi mengakhiri tahun dengan perasaan lapang dada, bukan pada apa yang telah gue hasilkan atau ukuran kuantitas lainnya.
Di tahun
2019, gue berumur dua puluh dua. Gue bersyukur bisa dapat kesempatan lulus dan menyelesaikan
satu tanggung jawab tersebut kepada orang tua. Di tahun yang sama pula gue
keluar ke rimba semesta, dimana banyak hal ternyata nggak semenarik apa yang gue baca dari
buku. Dunia ini terlalu rumit buat ditebak. Termasuk manusianya.
Awalnya
gue nggak percaya sama apa itu quarter
life crisis. Menurut gue yang naif kala itu, crisis hanya akan terjadi pada orang yang nggak tau mau kemana,
orang yang nggak percaya diri, orang yang terlalu mendengarkan kata orang lain.
Mungkin memang ada sebabnya kenapa orang bilang ‘mulutmu harimaumu”. Gue berubah, menjadi orang yang bukan gue
banget. Banyak hal baik yang gue katakan ke orang lain, tapi gue sendiri nggak
lakukan. Termasuk salah satunya tentang “jangan terlalu mendengarkan apa kata
orang.” Inilah life crisis sesungguhnya buat gue.
Bisa
dibilang, tahun 2019 ini tahun paling pelik sejauh ini karena gue berperang
sama musuh tersulit yaitu diri sendiri. Selama 22 tahun hidup, gue baru
sadar kalau selama ini musuh terberat dan terbesar gue adalah gue. Cewek bosenan
dengan turbulensi tinggi dan susah ditebak. Berusaha kuat dan cuek dalam segala
situasi sulit, tapi cengengnya luar biasa. Sampai-sampai gue nggak tau kalau
ternyata gue adalah introvert. Sebelumnya
gue nyaman-nyaman aja berada di luar, bersosialisasi, ketemu orang. Entah udah
dari dulu dan gue baru sadar atau emang gue berubah jadi begini. Sampai-sampai gue kepengen banget
kabur dari isi kepala gue sendiri, tapi nggak tau gimana!
Di
kesempatan inilah gue mau bilang ke diri sendiri tentang hal-hal yang udah dilalui.
Udah 22 tahun berlalu, gue laluin bareng sama sahabat yang luar biasa, yaitu
diri sendiri. I know it’s weird to talk
to myself. But trust me it’s gonna
work.
Jadi,
gue mau bilang...
Hai, gue.
Hai, gue.
Waktu
itu cepet dan dia nggak peduli kita siap atau enggak. Tapi gue mau berterima
kasih ke lo karena lo masih mau bergerak di tengah ketidaksiapan lo menerima
perubahan dari efek berjalannya waktu. Mungkin lo merasa lo itu gini-gini
aja. Namun nggak banyak orang yang ternyata bisa menerima dan sanggup berjalan di tengah ketidaksiapan itu. Makasih
banget udah bertahan dan menjadi yang terbaik buat gue walaupun lo masih sering
merasa lo nggak cukup baik.
Terima kasih juga karena telah berani mencoba hal-hal baru walaupun lo sadar di dalam sangkar jauh lebih aman. Ternyata nggak banyak orang yang bisa berani melihat dunia lebih luas lagi, walaupun lo juga masih banyak nggak taunya. Di lain sisi, lo kadang bisa cuek banget sama hal-hal baru yang lo temui nantinya akan lebih mengecewakan walau diri sendiri yang tumbuh sama lo juga bisa sangat mengecewakan. Ya, tapi lo juga kadang-kadang bisa takut banget sih sama rasa sakit. Walaupun lo tau yang jual hidup enak juga kan nggak ada.
Terima kasih juga karena telah berani mencoba hal-hal baru walaupun lo sadar di dalam sangkar jauh lebih aman. Ternyata nggak banyak orang yang bisa berani melihat dunia lebih luas lagi, walaupun lo juga masih banyak nggak taunya. Di lain sisi, lo kadang bisa cuek banget sama hal-hal baru yang lo temui nantinya akan lebih mengecewakan walau diri sendiri yang tumbuh sama lo juga bisa sangat mengecewakan. Ya, tapi lo juga kadang-kadang bisa takut banget sih sama rasa sakit. Walaupun lo tau yang jual hidup enak juga kan nggak ada.
Kalo
lo lagi dihadapin sama hal buruk, anggap aja itu mimpi. Bunga kehidupan emang
dikasih semesta biar lo nggak serba terlalu terhadap apapun. Gak apa. Termasuk
kalau lari lo lambat dan ngos-ngosan, gak apa. Gak cuma motor yang punya rem
tangan. Lo juga punya rem tangan, jadi lo yang pegang kendali. Mau kemanapun
terserah asalkan petanya tetap dari lo sendiri. Sesuatu di dunia ini diciptakan
untuk seimbang, gak berat sebelah. Sedih dan bahagia. Mudah dan susah. Sehat
dan sakit. Porsinya harus sama. Jangan heran kalo lo tiba-tiba kecewa, marah,
dan sedih terhadap sesuatu. Bakal ada hal yang menyeimbangkan rasa tersebut kalo
lo mau menunggu sebentar.
Segala
hal baik akan berbiak. Kalo lo liat apa yang orang lain dapet itu instan karena
cepat, lo nggak pernah tau kapan dia memulai itu dari nol. Jadi thanks banget
udah nemenin perjalanan gue yang kadang manja, ngeluh, nuntut banyak tapi usaha
mungkin kurang. But then, kita kerja jadi manusia. Apapun yang lo lakukan,
apapun itu, keep on track. Gak papa
lama dan kelihatannya gak menghasilkan apapun kayak temen-temen lo yang lain. Just keep it up.
Kalo mau disamain, manusia
itu kayak buku. Eh, atau buku yang terinspirasi dari manusia ya? Intinya setiap
insan punya warna yang berbeda-beda. Setiap karya, gaya bahasa, muncul tanpa diminta.
Jalan aja terus. Justru lebih seru kan ketika hal-hal di luar realita dan nggak
pernah lo bayangin akan ada di masa depan? Kita butuh kejutan. Kalo nggak gitu,
nggak perlu ada gula dan garam buat ngelengkapin rasa masakan, kan? Pokoknya hidup itu tentang kaget dan dikagetin. Nggak mutlak sih... Cuman kan nggak ada yang bener-bener siap, ya nggak sih? Apa iya selama ini kita sakit pake persiapan? Apa lagi soal kegagalan dan hal-hal yang lebih ribet dari sekadar rasa senang.
Lagi, gue mau bilang kalo...
Gak papa juga nanyain hal yang nggak penting sekalipun. Misalnya kayak yang sering lo tanyain ke orang, tapi dibodoh-bodohin orang. Itu lho, yang lo tanyain soal,"Kenapa meja dinamain meja? Tapi table dinamain table?" Tapi beneran, gak papa. Karna kalo lo nggak pernah nanya soal itu, mungkin lo akan seterusnya menikmati sesuatu tanpa paham arti sebenarnya. Bahwa sejatinya manusia senang menerima ketidaktahuan ketika sesuatu terlampau menyenangkan untuk dimaknai mentah-mentah.
Lagi, gue mau bilang kalo...
Gak papa juga nanyain hal yang nggak penting sekalipun. Misalnya kayak yang sering lo tanyain ke orang, tapi dibodoh-bodohin orang. Itu lho, yang lo tanyain soal,"Kenapa meja dinamain meja? Tapi table dinamain table?" Tapi beneran, gak papa. Karna kalo lo nggak pernah nanya soal itu, mungkin lo akan seterusnya menikmati sesuatu tanpa paham arti sebenarnya. Bahwa sejatinya manusia senang menerima ketidaktahuan ketika sesuatu terlampau menyenangkan untuk dimaknai mentah-mentah.
Nantinya
akan ada banyak hal yang nggak worth it yang
buat lo marah, kesel, hancur, kecewa. Sampai saat lo bangun di suatu pagi
dengan pelajaran baru bahwa.......
Sometimes,
We let
things go.
Sepertinya
2019 harus bisa dimaafin karena beberapa hal memang nggak bisa selalu sama
seperti kita berangkat. Apapun yang terjadi disana, kita akan pulang. Dan yang tersisa hanyalah penerimaan.
Dan
di 2020, gue cuma ingin sembuh.
No comments:
Post a Comment