Bertahan Hidup Saat Solo Travel di Luar Negeri - Lagi Monolog

Thursday, January 17, 2019

Bertahan Hidup Saat Solo Travel di Luar Negeri



Beberapa waktu lalu setelah gue posting ini, gue dan Wenning flashback petualangan kita pas main-main dan kedingingan di tempat yang sama sekali baru buat kita. Kayaknya masih beberapa minggu lalu Wenning balik dari Korea Selatan. Dia cerita banyak banget sampe bikin gue ikutan balik ke masa dimana gue jalan di bawah rintik gerimis ramah di Provo, jalan menyusuri pinggiran dataran bukit Y buat nyari Mc Donalds, pagi-pagi udah disapa orang di jalanan dan dibilang cantik karena gue pake kerudung.

Buat sebagian orang, kita berdua kayak punya dunia sendiri. Bisa dibilang ndeso karena apapun yang kita ceritain tuh amazing banget. Tapi anehnya emang iya. Walaupun kesempatan buat singgah di sisi lain bumi Allah tuh bentar banget, rasanya gue dan Wenning seperti dipertemukan sama sisi lain kehidupan. Seolah diingatkan bahwa kita tuh sebagai manusia emang diciptakan beda. Jadi nggak usah ribut kalo apa yang menurut kita benar, buat orang lain nggak benar. Oleh-oleh yang kami bawa pulang ke tanah air nggak cuma sekedar barang, foto, maupun cerita kayak gini. Tapi banyak life learning-nya juga. Intinya kesempatan buat "jalan-jalan" kemaren tuh mind blowing.

Kali ini gue pengen berbagi tips dan cerita tentang gimana gue dan temen-temen lainnya yang punya pengalaman serupa buat bertahan hidup di luar negeri dengan duit yang pas-pasan. Nggak ada yang nggak mungkin, kan? Selama ini uang saku gue buat ngerasain pengalaman amazing ini nggak seberapa dibanding (mungkin) orang-orang lain di luar sana. Pengeluaran gue super hemat banget, karena yang paling penting buat gue adalah story dan pelajaran yang gue dapet dari perjalanan tersebut. Bukan seberapa keren barang-barang yang gue beli atau seberapa mahal hotel yang gue tinggali because I don’t have that kind of style. Style gue sangat minimalis dan down to earth. Kalo lo punya style yang sama, congrats you are in the right place. Tips di bawah ini mungkin bisa membantu. 


Disclaimer: Ilmu utama yang dibutuhkan supaya praktik di bawah ini lancar adalah ilmu pramuka waktu ekskul dulu. Hayo, makanya jangan suka bolos 


1.       Money

Duit ini sesuatu yang relatif. Masing-masing orang nggak akan punya pengertian yang sama terhadap uang. Gue sama sekali nggak bisa menyarankan seberapa banyak duit yang harus kalian bawa, karena semua itu relatif.

Money can't buy you happiness, but you are happy bcs of money

Berapa pun uang saku yang kalian bawa, saran gue adalah tukar duit kalian waktu di Indonesia. Faktanya, nggak semua tempat di negara tujuan nerima duit rupiah buat ditukar. Selain itu, nilai tukarnya jadi nggak bagus kalau ditukar di negara lain daripada di negara rupiah itu berasal. Kecuali buat kalian yang udah baca postingan sebelumnya, gue akan saranin lagi buat bawa dollar untuk safe heaven kalian di luar negeri. Dollar selalu punya nilai tukar yang reasonable dimanapun. Jadi, kalo duit cash kalian kurang, kalian bisa tuker dollar yang kalian punya.

Selain itu, yang bikin kita pusing waktu di luar negeri adalah harga. “Mahal” bagi sebagian orang nggak sama dengan “mahal” bagi sebagian orang lainnya. Kebiasaan yang menurut gue salah waktu kita jalan ke negara orang adalah selalu mengkomparasikan segala hal dengan standar yang ada di negara kita. Oke. Gini. Biasanya gue makan nasi dan lauk di warung cuman habis Rp 10.000,00 (gue di Malang, jadi duit segitu udah kenyang). Sedangkan waktu gue lagi pergi ke U.S. gue bisa pingsan kalo lihat daftar menu sekali makan habis 80-an ribu rupiah! Kerasa banget kan mahalnya? Padahal sekali makan dengan harga $7

Kebiasaan ini nggak bisa dibiarin. Bisa-bisa kalian nggak enjoy selama perjalanan. Saran gue adalah hilangkan mindset menyamakan standar di Indonesia dengan standar di negara tujuan. Jangan selalu mengkonversikan nilai mata uang negara tujuan ke rupiah. Bisa-bisa kalian darah tinggi dan marah-marah ke pemerintah karena mungkin kalian pikir ini akibat ulah mereka.

Gue tekanin lagi. Kebiasaan ini harus dihentikan. Coba deh ubah mindset kalian ke mata uang negara tujuan. Kalo kalian mau membuat standar “mahal” dan “murah” ketika di luar negeri, bandingkan standar tersebut dengan sesuatu yang setara. Coba lihat dompet kalian, hitung berapa uang yang kalian miliki dan konversikan ke suatu barang yang ingin kalian beli berdasarkan nilai guna dan harganya. Cara lainnya adalah bandingkan standar hidup di tempat tersebut dengan tempat-tempat lainnya di negara yang sama. Dari situlah seharusnya standar “mahal” dan “murah” itu berasal. Bukan dari nilai rupiah itu sendiri. Kalo kalian masih suka konversi-in nilai mata uang asing ke rupiah, apapun akan terasa mahal. Percaya deh. 


2.       Food & Beverage 

Makanan dan minuman ini sangat fundamental, karena dua hal inilah yang menjaga manusia agar tetap hidup. Tips tentang makanan dan minuman ini bakal jadi bagian yang paling panjang since they’re really important.

Gue udah pernah tuliskan sebelumnya di postingan terdahulu, kehadiran tap water itu membantu banget buat kelangsungan kehidupan sobad misqin kayak kita. Gue pernah mention, betapa pentingnya lo bawa botol minuman kemana-mana karena sesungguhnya tap water itu gratis. Kalo negara tujuan kalian belum ramah tap water, kalian bisa bawa air minum dari tempat menginap buat dibawa-bawa selama kalian jalan-jalan. Kalian jadi nggak perlu beli sebotol air minum seharga $5 kan?

Kehadiran instant noodle juga sangat membantu di masa-masa sulit lho. Contohnya kalo kalian lagi laper tengah malem, tapi males keluar, mie instan selalu berhasil nolong. Hal ini juga berlaku ketika kalian di luar negeri. Instant noodles really do their job. Biasanya gue bawa Pop Mie beberapa buah tergantung dari seberapa lama gue di sana. Kalo gue pergi seminggu, mungkin gue bawa dua buah. Oke. Tips ini emang nggak sehat. Tapi gue bukan manusia naif yang menghindari makan mie selagi gue bisa berhemat dengan bantuan mie-mie itu. 

Pop Mie gue pilih karena cara masaknya yang nggak ribet, nggak perlu kompor, dan cepat. Gue punya cerita konyol yang mungkin bisa jadi tips. Waktu di U.S, Kak Fathir bawa mie rebus dan di hotel tempat kita nginep cuma ada teapot. Nggak ada kompor. Kalo dihadapkan dengan situasi begini, ilmu survival waktu pramuka dulu kepake banget loh! Kalian bisa masak mie itu pake air panas dari teapot di gelas. Kalo gelasnya nggak cukup buat nampung mie itu, ya mie-nya bisa dibagi seukuran gelas yang ada. Tapi jika keadaan kalian lebih mengenaskan lagi (nggak ada gelas), kalian bisa tuang air panas di bungkus mie itu :”) Lalu didiamkan sejenak seolah kalian lagi masak Pop Mie. Hati-hati ya, karena plastiknya bisa meleleh atau justru tangan kalian yang kepanasan.

Hal lainnya yang bisa kalian lakukan buat menyiasati kondisi keuangan yang terbatas atau kalian yang terpaksa tinggal di daerah yang standar hidupnya tinggi adalah belanja bahan makanan. Kalian bisa hemat pengeluaran buat sarapan pagi dengan belanja bahan-bahan standar seperti roti dan susu. Buat kalian sobat kos, selamat karena kalian satu tingkat lebih tinggi dari anak rumahan kayak gue yang harus sarapan sebelum pergi. Gue yakin nggak semua anak kos merasa perlu sarapan sebelum pergi, kan? Jadi skill seperti ini kadang juga berguna buat situasi seperti ini. 

Sarapan

Next tip adalah street food. Percayalah rasa street food itu nggak kalah sama yang ada di tempat makan. Selain buat ngisi perut, street food bisa membantu kita buat lebih mengenal lebih dalam budaya lokal, ngerasain makanan lokal, berinteraksi dengan orang asing, dan membuat kita paham arti perbedaan. Jangan sungkan buat nanya harga makanan dan minta kembalian jika memang itu hak kalian. Kadang si penjual nggak ngasih kembalian karena nggak tau mau ngomong apa. Jadi, jangan ragu buat minta kalo kalian memang berhak.


Street food save us

Last tip seputar makanan adalah berburu makanan di restoran fast food. Kalo kalian dihadapkan di situasi yang harus banget makan makanan berat, tapi duit harus dihemat, makanan fast food adalah opsi yang tepat. Restoran fast food di luar negeri memang cenderung lebih murah. Kalo ada restoran fast food yang mahal daripada restoran standar di luar negeri, coba tulis di komen ya! Opsi lainnya adalah makan di tempat yang antriya panjang, crowded, pokoknya yang keliatan rame gitu deh. Biasanya tempat makan ini punya rasa yang reasonable dan harganya pun worthy.


 3.       Komunikasi

Berhenti bersikap nggak pede kalo kalian ngerasa nggak punya kemampuan verbal yang bagus. Travel is the way to fix it. Nggak akan ada yang bakal menghujat kalo kalian salah ngomong atau freak ngasih gesture supaya orang lokal paham apa maksud kalian. Just do it. Jangan pernah ragu buat nanya orang lokal tentang negara itu. Mereka lebih ngerti.

“Ah, orang Europe kan cuek-cuek
“Aduh, boro-boro. Gue ngomong English, dia aja kagak ngarti”

Stop! Itu cuma excuse.

Dulu gue juga punya mindset kalo Americans itu individual, cuek abis, dan galak (for certain reasons). Tapi gue salah. Individualis itu cuma the way of living. Bukan berarti mereka nggak peduli sama orang yang butuh bantuan, nanya jalan, atau bahkan ngajak ngobrol. Dimana pun kalian berada, gue percaya, pasti lawan bicara kalian bakal jawab sebisa mungkin bahkan open ketika kalian ajak ngobrol. Sekarang gue ngerti kenapa Americans keliatan cuek dan nggak peduli, mereka emang nggak peduli aja sama  urusan orang, tapi kalo diajak ngobrol mereka pasti jawab dengan antusias.

Ngobrol sama orang lokal juga bisa bantu kita buat nemu destinasi atau fakta-fakta lainnya yang mereka ketahui tentang negara tersebut. Kita bisa nanya informasi diskon, tempat makan murah, spot yang bagus buat dikunjungi, dll. More than that, mereka malah bisa jadi sahabat pena kalian!

Terkendala bahasa? Gue akan ingetin kalian dengan sebuah teknologi mutakhir bernama Google Translate. Pergi ke negara yang non-berbahasa inggris terkadang lebih menantang ketimbang pergi ke negara berbahasa inggris. Apalagi ke negara yang hurufnya nggak pake abjad. Kondisi ini yang dihadapi Wenning waktu ke Korsel kemarin. Sayangnya, nggak semua orang Korsel paham bagaimana cara menimpali kalimat berbahasa inggris dengan bahasa yang sama. Sehingga inilah saat yang tepat buat Google Translate melakukan pekerjaannya. Selain itu menggunakan gesture juga sangat membantu loh untuk kualitas komunikasi yang lebih baik. Intinya jangan takut buat ngomong sama strangers. Siapa tau si stranger bisa jadi the perfect stranger kayak lagunya Jonas Blue itu... hehe. 


4.       Transportasi

Prinsip gue ketika travel ke luar negeri adalah live like locals. Jalan kaki is a must! Jalan kaki itu lebih dari sekadar mencapai tempat tujuan, tapi buat gue adalah proses mengenal. Entah untuk mengenal diri sendiri atau mengenal kehidupan di sekitar gue. Bayangin dengan jalan kaki kalian bisa ketemu orang-orang lokal yang mengerjakan aktivitasnya masing-masing, sightseeing, memotret sudut-sudut kota dalam ingatan, bahkan mungkin dipertemukan dengan kejadian-kejadian nggak terduga.

Jalan kaki buat membakar lemak

Dari jalan kaki gue ngerti sistem lalu lintas di Provo, ada toko oleh-oleh tersembunyi di pinggir jalan, nyapa orang-orang yang lagi jogging, nemu rumah-rumah dengan desain kayak di film-film, ngobrol sama orang waktu neduh dan dengerin cerita dia soal pengalaman waktu jadi relawan di Israel, bahkan dikasih buku sama orang lokal buat dibaca! Banyak hal yang gue ketahui waktu jalan kaki. Rules-nya adalah open your ear, open your eyes, open your mind. Most important one, open your heart. Tanpa buka hati, gue jamin kalian nggak akan nangkep sinyal-sinyal di sekitar.

Namun ketika di suatu waktu kalian punya destinasi yang emang nggak bisa dijangkau dengan jalan kaki, transportasi lokal bisa jadi jaminan pengalaman yang bagus. Coba download app atau kunjungi website informasi transportasi di negara tujuan, biasanya mereka menyediakan informasi rute mana aja yang harus kalian ambil dan transportasi apa yang harus kalian gunakan. Kalian juga bisa dateng langsung ke halte atau stasiun dan lihat rute yang disediakan disana.

Naik kereta aka transportasi umum

5.       Oleh-Oleh

Bagi sebagian orang, oleh-oleh itu masih jadi hal penting yang harus dibawa pulang ke tanah air, meskipun dalam keadaan duit yang terbatas. Gue punya tips nih buat mengatasi kondisi ini.

Cari yang isinya banyak biar bisa dipecah-pecah

 Pertama pastikan dulu sisa jatah bagasi kalian supaya bisa diestimasikan berapa banyak barang tambahan yang bisa dibawa. Setelah itu buat list kira-kira siapa aja yang mau dikasih oleh-oleh. Selanjutnya beli barang yang 1 paket isinya banyak biar waktu kalian pulang, barang-barang itu bisa dipisah-pisah buat dibagi-bagi. Contohnya gue kemaren nemu teh 1 pack isi 30 bungkus. Gue beli, trus isinya bisa dibagi ke 6 orang (seorang 5 bungkus). Udah pasti harganya lebih murah daripada kalian beli barang yang satuan gitu, terlebih lagi, hemat bagasi.


6.       Sumber Uang Saku Tambahan

Jaman sekarang kata “jastip” itu udah familiar kan di telinga? Kalian bisa dapet duit tambahan dengan buka jasa titip. Gue pernah buka jasa titip waktu ke Malaysia karena waktu itu lagi booming banget masker Freeman dan St. Ives. Harga jualnya di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan beli langsung di Malaysia. Kalian bisa mainin harga dari gap harga yang ada tersebut. Tentunya harus lebih murah dibandingkan harga jualnya di Indonesia.

Jastip aneka snack dan beauty products

 Sebelum itu, jangan lupa untuk menaksir sisa bagasi yang kalian punya ya. Opsi terakhir kalo emang banyak banget yang nitip, kalian bisa upgrade bagasi kalian supaya lebih lega.

Sejujurnya gue punya pengalaman buruk soal ini :”) Jadi waktu di Malaysia gue telat banget ke bandara. Akhirnya semua serba mepet dan buru-buru. Gue udah nggak kepikiran lagi soal bagasi dan tetek bengek-nya. Di pikiran gue saat itu adalah gimana biar nggak ketinggalan pesawat. Gue pergi bertiga bareng Iqbal dan Koko. Gue dan Iqbal pake koper kabin sedangkan Koko pake koper bagasi. Sayangnya kita bertiga beneran ketinggalan check in, sehingga udah nggak bisa lagi masukin koper ke bagasi (padahal D-1 kita udah upgrade bagasi kita). So, kita terpaksa ninggalin Koko buat booking penerbangan selanjutnya, sedangkan gue dan Iqbal lari sambil bawa-bawa koper buat ngejar pesawat yang bentar lagi mau berangkat. Rasanya kaya lagi main Mario Bross, tau nggak sih? Tau kan Bandara Kuala Lumpur seluas apa dibandingkan dengan Soetta? Seolah gue dan Iqbal harus nglewatin rintangan-rintangan gitu, kayak eskalator, karpet yang memperlambat laju koper, dan badan gue yang udah lama nggak lari jadi berasa berat banget, naik lagi, turun lagi, belok-belok, kayak lagi main games tapi karakternya gue sendiri.

Singkat cerita kita berhasil sampe di tempat scanning. Iqbal lolos. Sedangkan posisinya time consuming banget di gue yang notabene lagi bawa banyak banget Freeman di dalem koper sehingga petugas harus ngebuka dulu koper gue, diperiksa dulu, diceramahin dulu karena Freeman itu beratnya lebih dari 100ml per package-nya, dan gue sampe pada titik buat ngrelain petugas ngambil semua barang titipan itu supaya gue nggak ketinggalan pesawat. Iqbal yang udah lolos daritadi berusaha lari ke pintu pesawat dan minta ke pramugari or siapapun disana buat nunggu 1 menit lagi. Begitu gue udah nutup koper dan bersiap lari ke pintu pesawat, Iqbal dateng sambil lunglai lesu gitu bilang “Pintu pesawatnya ditutup depan muka gue.” Oh shit.

Sampe hari ini gue yang ngerasa gagal di dunia per-jastip-an, belum pernah buka jastip lagi. Semoga dari pengalaman ini kalian bisa dapet pelajaran. Anyway apart from my bad experience ngejar-ngejar pesawat, open jastip itu bisa banget membantu perekonomian kalian.

Layanan jasa lainnya yang bisa kaliah kasih adalah open jasa foto online shop. Banyak online shop yang pengen nunjukkin kalo produk mereka bisa sampe ke luar negeri. Sayangnya emang nggak semua online shop yang produknya dibeli oleh konsumen di luar negeri. Banyak dari foto-foto sebagian online shop yang berasal dari jasa titip foto. Peluang ini bisa kalian manfaatkan buat menambah pundi-pundi. Kalian cukup bawa produknya dan potret produk itu di landmarks yang kalian lewati waktu jalan-jalan.



Kayaknya segitu dulu tips yang bisa gue sampaikan.

 Menurut gue yang terpenting dari setiap perjalanan adalah bagaimana kita memaknainya lebih dari sekedar ambil foto dan caption yang dibuat dari foto itu. Tapi development, understanding, tolerance, dan compassionate. There is hospitality yang menurut gue mahal banget harganya, yang mungkin nggak sebanding dengan harga yang kalian keluarkan. Disitulah kita bakal dapet deep learning.

Gue dan Wenning cuma secuil contoh orang-orang beruntung yang dapet kesempatan pergi ke luar negeri dan memaknai ciptaan Allah dari sisi yang lain. Kita berdua cuma secuil spesies dari gank sobad qismin yang dapet rezeki nomplok buat nyicipin dinginnya suhu 3 derajat celcius dan ngebobol dinding ke-nggak-pede-an dalam diri kita selama ini melalui pengalaman ngelihat budaya yang bener-bener beda, tapi tetep mempesona dengan caranya sendiri. Berkat itu, gue dan Wenning jadi ketagihan dan penasaran ada hal indah apa lainnya yang Allah sembunyikan di sisi-sisi bumi yang luar biasa ini?



No comments:

Post a Comment